"Kalau kalian mau bermain-main dengan dana DD dan ADD, saya merem/tutup mata," ujarnya, yang sontak memicu reaksi keras dari kalangan jurnalis.
Pernyataan ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap integritas wartawan yang seharusnya berperan sebagai pengawas independen terhadap penggunaan anggaran publik. Alih-alih memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel terkait dugaan penyalahgunaan dana Bansos, oknum dewan tersebut justru terkesan menantang dan meremehkan peran media.
Lebih lanjut, Suwito juga menyinggung soal dana bantuan sosial (bansos) yang menurutnya rawan diselewengkan. "Kalau soal bansos, itu uang rakyat, rakyat yang paling terbawah. Banyak orang yang lumpuh, banyak orang yang buta, banyak orang yang benar-benar gak mampu keadaannya, masih kau makan juga, kliru mas, kliru! Itu biadab mas, bagi saya biadab," tegasnya.
Meski demikian, pernyataan ini justru semakin memperburuk citra Suwito di mata publik. Pasalnya, sebagai seorang wakil rakyat, seharusnya ia berani mengungkap praktik korupsi dan penyimpangan anggaran, bukan malah "merem" atau menutup mata.
Tanggapan yang dilontarkan Suwito ini jelas tidak dapat dibenarkan. Sebagai seorang pejabat publik, ia seharusnya menjunjung tinggi etika dan moralitas, serta menghormati profesi wartawan yang memiliki peran penting dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Pernyataan kontroversial ini juga menjadi tamparan keras bagi DPRD Banyuwangi secara keseluruhan. Lembaga legislatif tersebut harus segera mengambil tindakan tegas terhadap Suwito, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan anggaran agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
Marwah wartawan sebagai pilar demokrasi tidak boleh diinjak-injak oleh siapapun, termasuk oleh oknum-oknum yang merasa memiliki kekuasaan dan keistimewaan. Pers harus tetap independen dan kritis dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, tanpa takut diintimidasi atau diremehkan oleh pihak manapun. (Tim)
