BANYUWANGI,KOMPASGRUPS.COM – Yang seharusnya menjadi fasilitas publik yang bersih dan nyaman, terminal Sritanjung kini hanya tersisa tempat kumuh yang penuh tumpukan besi tua dan sampah. Warga sekitar tertekan oleh asap pembakaran yang keluar dari lokasi yang dikelola Agus – bahkan seorang ibu mengaku anaknya jatuh sakit asma karena tidak tahan bau menyengat itu.
Ironisnya, Agus mengaku telah memiliki perjanjian sewa dengan Pemda Banyuwangi untuk mengelola lahan terminal tersebut. "Kami sewa ke Pemda, nilainya Rp 5,5 juta sampai selesai, ngitung bulanan," ujarnya. Tapi ketika diminta bukti, dia hanya berkata, "Suratnya ada dirumah."
Kebenaran kata Agus semakin terancam ketika seorang tokoh pemuda yang tinggal tidak jauh menyatakan yang sebaliknya: "Bohong itu. Ketika berbincang dengan Kepala Terminal, sewanya cuma per 2 minggu Rp 5 juta – bukan sampai selesai." Perbedaan informasi yang mencolok ini membuat ketua Info Warga Banyuwangi (IWB) Abi semakin waspada, tidak hanya terhadap dampak pembakaran tapi juga transparansi penyewaan itu sendiri.
"Tidak cuma asap yang menyakitkan, tapi saya ingin tahu: siapa yang sebenarnya mengeluarkan perjanjian sewa ini? Dishub Banyuwangi kah? Atau oknum lain di Pemda yang menyamar jadi pejabat?" tegas Abi. Tanpa bukti perjanjian dan dengan pernyataan yang saling bertentangan, penyewaan lahan aset publik ini semakin terasa seperti rahasia yang disembunyikan – seolah-olah ada sesuatu yang tidak ingin dilihat masyarakat.
Saat ini, warga terus menderita akibat asap yang tak berkesudahan, sementara pertanyaan tentang legalitas dan transparansi penyewaan tetap terlantar. Terminal yang seharusnya melayani mobilitas malah menjadi sumber penderitaan – dan Pemda Banyuwangi tampak tidak ada tindakan untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. (Tim)
