Jombang, KOMPASGRUPS.com – Pada hari Rabu, 5 Maret 2025, acara serah terima jabatan (sertijab) Bupati dan Wakil Bupati Jombang untuk periode 2025-2030 berlangsung di Gedung DPRD Jombang. Acara tersebut dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, anggota DPRD Jombang, jajaran Forkopimda, kepala OPD, serta tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Gubernur Khofifah menegaskan bahwa acara sertijab yang digelar pada malam hari setelah salat tarawih di bulan Ramadan ini bukanlah momen yang membosankan. Sebaliknya, acara tersebut diharapkan dapat memperdalam fokus dan kekhusyukan dalam diskusi demi mewujudkan Jombang yang lebih maju dan sejahtera.
Khofifah membuka sambutannya dengan dua pantun untuk menciptakan suasana yang lebih hangat. "Kyai Hasyim Asy'ari, Ulama Teladan, sosok pendiri Nahdlatul Ulama. Mari kita berikhtiar untuk kemajuan masa depan, membangun Jombang yang sejahtera bersama," ujarnya, disambut tepuk tangan meriah dari hadirin.
Ia melanjutkan dengan pantun kedua, "Dari Tebuireng ke Tambakberas, para santri yang sedang mengaji tampak sangat gembira. Pak Warsubi dan Gus Salman sudah siap bekerja keras untuk mewujudkan Jombang sebagai pemenang," yang juga disambut dengan tepuk tangan dari hadirin. Bupati dan Wakil Bupati Jombang, Warsubi dan Gus Salman, terlihat tersenyum lebar dan bertepuk tangan semangat.
Khofifah juga menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang telah melampaui rata-rata tingkat provinsi maupun nasional, dengan perkembangan positif di berbagai sektor usaha.
Namun, acara sertijab kali ini juga menuai kontroversi terkait pembatasan akses wartawan yang ingin meliput. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jombang mengkritik kebijakan Sekretariat Dewan DPRD Jombang yang membatasi akses jurnalis dalam meliput acara penting tersebut.
Foto : Acara sertijab kali ini juga menuai kontroversi terkait pembatasan akses yang ingin meliput nampak beberapa awak media tidak bisa masuk.
Ketua PWI Jombang, Muhammad Mufid, menegaskan bahwa wartawan seharusnya tidak diperlakukan seperti pengemis dengan pembatasan dalam menjalankan tugasnya. Ia mempertanyakan alasan di balik pembatasan akses peliputan yang dianggapnya merugikan profesi jurnalis. "DPRD Jombang perlu memperbaiki sikap dalam hal keterbukaan publik. Kami sebagai wartawan bukan pengemis yang harus dibatasi dalam kinerja kami," kata Mufid dengan nada mengecam.
Pembatasan yang diterapkan Setwan, yang hanya memberikan id card terbatas untuk masuk, dinilai merugikan jurnalis yang seharusnya dilindungi oleh Undang-Undang dan kode etik. "Kami adalah wartawan profesional yang memahami etika peliputan dan siap mengikuti aturan untuk menjaga ketertiban. Namun, pembatasan akses kami ke gedung DPRD adalah hal yang tidak dapat diterima," jelas Mufid.
Dia juga menyoroti kenyataan bahwa kartu pers dari media terverifikasi Dewan Pers tidak diakui, dan hanya id card Setwan yang diperbolehkan untuk masuk. Mufid menyebutnya sebagai penghinaan terhadap tanggung jawab profesional jurnalis.
Mufid menyesalkan pembatasan akses tersebut dengan alasan prosedur. "Kami hadir untuk meliput, bukan mengganggu. Mengapa ada batasan yang menghalangi kami untuk menjalankan tugas sesuai dengan UU No. 40/1999?" tegasnya. (Zafin)