"Foto situasi persidangan di Pengadilan Negeri Gresik"
GRESIK, KOMPASGRUPS.COM – Gelombang perlawanan terhadap dugaan praktik mafia tanah dan peradilan kembali bergejolak di Gresik. Ricky Gusnanto, putra seorang pejuang dan Pahlawan Surabaya, melayangkan gugatan Citizen Lawsuit di Pengadilan Negeri Gresik, menyeret PT. Kasih Jatim, pengembang perumahan Kota Damai, dan Kantor Pertanahan (Kantah) Gresik. Gugatan ini menyoroti penelantaran lahan seluas lebih kurang 200 hektar selama tiga dekade di Desa Banyuurip, Kecamatan Kedamean, Gresik, termasuk di dalamnya tanah waris milik Ricky seluas 29,190 hektar.
Kasus ini bukan barang baru bagi keluarga Ricky. Ibundanya, Betty Hendrika, seorang pejuang kemerdekaan yang turut bertempur di era revolusi 1945-1949, telah berjuang puluhan tahun. Pada 2017, di usia 81 tahun, ia memenangkan gugatan di PTUN Surabaya melawan Kantah Gresik terkait penerbitan SHGB atas nama PT. Kasih Jatim. Namun, kemenangan itu pupus di tingkat banding, yang menyatakan perkara tersebut masuk ranah perdata. Perjuangan Betty berlanjut ke PN Gresik pada 2021, namun takdir berkata lain; ia berpulang sebelum putusan dijatuhkan, dan akhirnya dikalahkan. Ironisnya, hakim yang memimpin perkara ibunya saat itu, Ari Karlina SH, MH, kini kembali memimpin gugatan yang dilayangkan Ricky.
Fakta Persidangan Mengguncang: Penelantaran Terbukti, Kantah Diduga Lakukan Pembiaran
Pada persidangan Selasa (23/9/2025) dengan agenda mendengarkan saksi dari Tergugat II, PT. Kasih Jatim, terkuak fakta mengejutkan. Dua saksi yang dihadirkan, Rudi Kristiantoro (Kepala Dusun Banyuurip) dan Warno, secara tidak langsung mengonfirmasi adanya penelantaran lahan. Mereka menerangkan bahwa dari izin lokasi pembangunan perumahan yang diberikan Kantah Gresik kepada PT. Kasih Jatim pada 1994 (Keputusan Kepala Kantah Gresik No. 350.9 - 64 -1 - 1994), hingga kini hanya sebagian kecil perumahan yang terbangun.
"Hanya sekitar 200 rumah yang berdiri, itu pun banyak yang rusak (40%), sebagian direnovasi (20%), dan 20% lainnya terlantar," ungkap saksi Rudi. Bahkan, bagian tengah dan depan perumahan, termasuk bidang tanah yang diklaim Ricky, masih berupa lahan kosong yang ditumbuhi semak belukar dan tumpukan sampah. Warga desa pun masih menggarap lahan tersebut sejak tahun 1990-an, menandakan pelanggaran serius terhadap peruntukan izin.
SHGB Diagunkan, Perpanjangan di Tengah Dugaan Pelanggaran?
Dugaan pelanggaran PT. Kasih Jatim yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun, ditambah pembiaran tanpa sanksi dari Kantah Gresik, memunculkan pertanyaan besar tentang integritas instansi negara. Ricky mengungkapkan, SHGB atas nama PT. Kasih Jatim yang terbit pada 1997, pernah diagunkan ke sindikasi bank nasional pada tahun 2000 dengan nilai fantastis, mencapai Rp 86 miliar per SHGB (nomor 50 dan 51).
Lebih mengkhawatirkan lagi, SHGB-SHGB tersebut akan berakhir pada November 2024 dan saat ini sedang dalam proses perpanjangan di Kantah Gresik. Ricky mempertanyakan, apakah Kantah Gresik akan mengabulkan perpanjangan di tengah fakta persidangan yang terang benderang menunjukkan penelantaran lahan? "Jika ini terjadi, patut dipertanyakan keseriusan pemerintah dalam memberantas mafia tanah," tegas Ricky.
Ricky berharap Kementerian ATR/BPN, khususnya Menteri Nusron Wahid, dapat mengevaluasi proses perpanjangan ini. Apalagi, Kementerian ATR/BPN c.q. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah memproses usulan pengeluaran dari basis data tanah terindikasi terlantar (surat No. T/TL.03.01/337/I/2024).
"Jangan sampai pemerintah terpedaya oleh 'oknum' mafia tanah dan mafia peradilan yang cengkeramannya masih kuat, merugikan negara dan masyarakat pencari keadilan," pungkas Ricky.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 30 September 2025, dengan agenda mendengarkan saksi fakta dari Tergugat II, PT. Kasih Jatim. Publik menanti, apakah keadilan akan berpihak pada anak pejuang, ataukah cengkeraman mafia masih terlalu kuat untuk dilawan. (Wan)