(Foto Amir Makruf Khan dan Kantor DPRD Banyuwangi)
Banyuwangi, KOMPASGRUPS.COM – Suhu politik di Banyuwangi kembali memanas menyusul pernyataan keras Amir Ma’aruf Khan yang menyoroti dugaan cacat hukum dalam izin tambang Tumpang Pitu dan rencana penjualan saham Pemkab Banyuwangi di PT Merdeka Copper Gold (MCG). Tokoh vokal ini secara terbuka menantang anggota DPRD Banyuwangi untuk tidak mudah tersinggung, melainkan menjadikan kritiknya sebagai ajakan untuk mendalami persoalan hukum yang krusial ini.
Dalam video yang viral, Amir menegaskan, "Untuk teman-teman DPRD Kabupaten Banyuwangi yang melihat, mendengar TikTok saya yang kemarin, jangan tersinggung ya. Saya itu menyampaikan saran, masukan, agar supaya bisa belajar lagi." Ia menolak anggapan merendahkan, justru ingin membuka kesadaran hukum para wakil rakyat yang dinilainya "tidak tahu" selama ini.
Dugaan Cacat Hukum 2012: Perda Minerba yang Tak Pernah Ada?
Pusaran kritik Amir Ma’aruf Khan berpusat pada pemberian izin usaha pertambangan di Tumpang Pitu pada tahun 2012. Ia menuding bahwa izin tersebut diterbitkan tanpa dasar Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana diamanatkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Menurutnya, Bupati Banyuwangi kala itu, Abdullah Azwar Anas, tidak pernah menerbitkan Perda Minerba yang seharusnya menjadi landasan legal bagi operasional tambang emas yang kini menjadi sumber kepemilikan saham Pemda di PT MCG.
"Bupati Banyuwangi tahun 2012 tidak membuat peraturan perundang-undangan daerah yang menjadi dasar pemberian izin usaha pertambangan untuk kawasan Tumpang Pitu. Itu bisa dicek di internet," tegas Amir, mendorong masyarakat, akademisi, dan aparat penegak hukum untuk menguji keabsahan administratif izin tersebut. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin saham daerah dijual jika dasar perolehannya diduga cacat hukum?
DPRD Banyuwangi dalam Sorotan: Diamnya 50 Anggota Dewan
Amir tidak segan melontarkan kritik pedas terhadap kebisuan DPRD Banyuwangi. "Saya merasa karena Anda-Anda itu diam — lima puluh orang lho DPR Banyuwangi ini — dan tiba-tiba ada isu mau menjual saham, ya harus pelajari dulu. Biar tidak salah," ujarnya lantang. Ia menekankan bahwa fungsi pengawasan DPRD harusnya berjalan aktif, terutama terkait aset daerah dan legalitas sumber daya alam.
Lebih jauh, Amir memperingatkan bahwa diamnya DPRD setelah mengetahui dugaan pelanggaran hukum dapat berimplikasi serius. "Kalau ini ada persoalan hukum dan Anda tahu, tapi membiarkan, itu juga bisa kena," katanya, mengingatkan potensi keterlibatan dalam pembiaran pelanggaran hukum.
Kritik Bukan Serangan, Melainkan Kontrol Sosial
Menyikapi kemungkinan adanya anggota dewan yang tersinggung, Amir menegaskan bahwa kritik adalah bagian tak terpisahkan dari peran wakil rakyat. "Jangan merasa disuruh belajar itu dijatuhkan. Namanya wakil rakyat itu ya mewakili kami sebagai rakyat. Jadi disuruh belajar, ya belajar aja," ucapnya. Ia melihat kritik sebagai kontrol sosial untuk memastikan jalannya pemerintahan sesuai hukum dan konstitusi, bukan serangan pribadi.
Amir menutup pernyataannya dengan seruan moral untuk mengungkap kebenaran tanpa takut tekanan politik. "Saya sampaikan ini supaya masyarakat tahu... sekarang waktunya!" Ia menyerukan agar semua pihak berani membuka fakta, melakukan klarifikasi jika ada kekeliruan, dan tidak berdiam diri, karena "diam itu ikut salah."
Isu ini bukan hanya tentang ekonomi daerah, melainkan integritas tata kelola pemerintahan dan kepatuhan hukum. Jika dugaan cacat hukum ini terbukti, rencana penjualan saham Pemkab Banyuwangi di PT MCG bisa berpotensi melanggar asas legalitas dan memerlukan pemeriksaan mendalam oleh lembaga hukum seperti BPK, KPK, atau Kejaksaan Agung. (Atmaja/tim)