Banyumas,KOMPASGRUPS.com -- Menjaga Stabilitas, Membangun Kepercayaan: Peran Strategis Bank Indonesia di Banyumas Raya
Di tengah dinamika ekonomi global dan domestik yang terus berubah, peran Bank Indonesia (BI) sebagai penjaga stabilitas keuangan negara menjadi semakin krusial. Tak hanya di tingkat pusat, di daerah pun BI terus bergerak aktif.
Kantor Perwakilan BI Purwokerto misalnya, tampil menonjol dalam upayanya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, memperkuat sistem pembayaran, dan memperkokoh ketahanan sistem keuangan di wilayah Banyumas Raya.
Langkah ini bukan sekadar kebijakan rutin, melainkan mandat yang diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dalam konteks lokal, komitmen ini diwujudkan melalui serangkaian pendekatan yang terukur, kolaboratif, dan berbasis data.
Tiga Pilar Stabilitas: Rupiah, Pembayaran, dan Sistem Keuangan
Menurut Alnopri Hadi, Kepala Unit Data Statistik dan Kehumasan KPw BI Purwokerto, tugas utama BI adalah menjaga tiga aspek kunci: stabilitas nilai tukar, sistem pembayaran yang lancar, serta sistem keuangan yang tangguh. Ketiganya saling terkait dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Stabilitas nilai rupiah dikendalikan lewat pengendalian inflasi dan nilai tukar. Untuk sistem pembayaran, BI menjamin kelancaran transaksi dan ketersediaan uang yang layak edar. Sementara untuk sistem keuangan, kami memastikan daya tahannya terhadap gejolak,” ungkap Alnopri saat kegiatan Capacity Building Wartawan Banyumas Raya, Senin (28/7/2025).
Independensi BI dalam mengambil keputusan tetap dijaga. Namun, koordinasi erat dan transparan dengan pemerintah menjadi fondasi kuat dalam setiap kebijakan.
Inflasi Terkendali, Optimisme Konsumen Meningkat
Stabilitas yang dimaksud tidak hanya bersifat makro. Data yang dirilis KPw BI Purwokerto menunjukkan inflasi tahunan per Juni 2025 tercatat sebesar 2,00 persen di Purwokerto dan 2,18 persen di Cilacap. Angka ini masih berada dalam kisaran target nasional yaitu 2,5 persen ±1 persen. Artinya, inflasi masih terkendali dengan cukup baik.
“Komoditas pangan masih menjadi pendorong utama inflasi, terutama karena menurunnya pasokan pascapanen dan meningkatnya permintaan saat Idul Adha dan musim liburan sekolah,” jelas Alnopri.
Sebagai bagian dari strategi pengendalian inflasi, BI mengandalkan pendekatan 4K: keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Pendekatan ini diperkuat dengan digitalisasi data agar intervensi bisa dilakukan lebih tepat sasaran dan cepat.
High Level Meeting TPID Jawa Tengah awal Juli 2025 juga menghasilkan langkah konkret, seperti optimalisasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), penguatan kerja sama antarwilayah, serta pemanfaatan sarana logistik untuk meredam fluktuasi harga pangan.
Tak kalah penting adalah sisi psikologis konsumen. Survei BI mencatat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Purwokerto pada Juni 2025 mencapai angka 122,5, naik dibanding bulan sebelumnya dan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini menandakan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang terus membaik.
Ekonomi Banyumas Raya Bertumbuh, Meski Belum Merata
Ekonomi di wilayah Banyumas Raya juga menunjukkan tren positif. Pada Triwulan I 2025, pertumbuhan ekonomi regional tercatat 2,35 persen secara tahunan. Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, dan Purbalingga menjadi motor penggerak, dengan sektor industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan sebagai pilar utama.
Namun, tidak semua wilayah merasakan geliat yang sama. Kabupaten Cilacap, misalnya, masih mengalami kontraksi pertumbuhan. Ini menjadi catatan penting bahwa pembangunan dan pemulihan ekonomi masih perlu pemerataan, termasuk dari sisi infrastruktur, investasi, dan inovasi sektor unggulan.
Peran Media dan Literasi Digital: Kunci Kepercayaan Publik
Kepala KPw BI Purwokerto, Christoveny, dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa penguatan pemahaman publik terhadap kebijakan ekonomi sangat bergantung pada media. Untuk itu, kegiatan Capacity Building bertema “Menjadi Jurnalis Cerdas di Era Digital: Adaptif, Akurat, dan Anti Hoaks” digelar, guna meningkatkan kapasitas wartawan dalam menyajikan informasi ekonomi yang faktual dan bebas dari disinformasi.
“Media bukan sekadar penyampai informasi, tapi juga pembentuk ekspektasi publik. Mereka harus bisa menyampaikan isu ekonomi seperti inflasi dan stabilitas rupiah secara tepat dan tidak menyesatkan,” ujarnya.
Christoveny juga menyinggung pentingnya literasi digital. Berdasarkan data Kementerian Kominfo, Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) mengalami peningkatan dari 43,18 pada 2023 menjadi 43,34 pada 2024. Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya keterampilan digital masyarakat.
Namun, pemerataan masih jadi persoalan. “IMDI Banyumas memang sudah tinggi, tapi daerah-daerah sekitar masih berada di kategori cukup. Artinya, peningkatan literasi digital tetap jadi prioritas,” tambahnya.
Sinergi dan Ketangguhan Jadi Kunci
Jika ditarik ke dalam konteks lebih luas, peran BI di daerah seperti Purwokerto adalah bentuk konkret dari desentralisasi kebijakan ekonomi yang adaptif. Ketika inflasi nasional terkendali tapi harga cabai di pasar lokal melonjak, maka BI di daerahlah yang paling memahami akar persoalannya. Pendekatan data lokal dan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui TPID sangat vital.
Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap rupiah dan sistem keuangan nasional sebagian besar dibentuk oleh pengalaman sehari-hari: apakah uang yang mereka pegang bisa dibelanjakan secara stabil, apakah transaksi digital lancar, dan apakah informasi yang mereka terima bisa dipercaya. Di sinilah sinergi antara BI, media, dan masyarakat menemukan momentumnya.
Melalui peran aktif, kolaboratif, dan berbasis data, BI tidak hanya menjaga angka-angka tetap stabil, tetapi juga berusaha menciptakan ketenangan psikologis di tengah masyarakat—sesuatu yang semakin penting di era serba cepat dan penuh informasi seperti saat ini.
Penutup
Apa yang dilakukan BI Purwokerto adalah contoh konkret bagaimana kebijakan makroekonomi bisa diterjemahkan secara nyata di tingkat lokal. Dari pengendalian inflasi, penguatan ekonomi daerah, hingga peningkatan literasi digital, semuanya berjalan berdampingan. Tentu saja, tantangan tetap ada. Namun, dengan sinergi yang kuat dan keterlibatan aktif berbagai pihak, menjaga stabilitas bukanlah hal yang mustahil—melainkan sebuah perjalanan bersama. (Mardianto).
0 Komentar